Baca Juga
Petatah petitih adalah merupakan sastra adat jambi yang berisikan nasehat dan pandangan-pandangan serta pedoman hidup yang baik, yang berisikan petunjuk-petunjuk dalam melakukan hubungan sosial dalam masyarakat.
Contohnya:
Kurang sisik rumput menjadi
Kurang siang jelupung tumbuh
Artinya : Apabila dalam menghadapi setiap masalah, jika kurang hati-hati atau teliti, maka akan berakibat buruk.
Kecik dak besebut namo
Besak dak besebut gela
Artinya : Antara miskin dan kaya tidak ada perbedaan, yang miskin tidak disebutkan, yang kaya tidak dikatakan kaya.
Menarik rambut dalam tepung
Rambut jangan putus
Tepung jangan terserak
Artinya : Jika menyelesaikan sesuatu maka berhati-hatilah.
Negeri aman padi menjadi
Air jernih ikannyo jinak
Rumput mudo kerbaunyo gemuk
Turun kesungai cenetik keno
Naik kedarat perangkap berisi
Artinya : berdoa serta mengharap kebahagiaan dan keselamatan negeri.
Kalau lah memahat diatas baris
Kalau mengaji lah diatas kitab
Rumah sudah jadi
Ganden dan pahat dak bebunyi lagi
Artinya : Setiap masalah apabila sudah diselesaikan (dimufakatkan) maka tidak akan atau tidak lagi timbul masalah itu dikemudian hari.
Supayo disisik disiangi dengan teliti
Dak ado silang yang idak sudah
Dak ado kusut yang idak selesai
Artinya : Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya, maka harus diteliti dengan baik dan diusahakan selesai dengan baik.
Bejalan hendak menepi
Supayo idak tepijak kanti
Becakap piaro lidah
Supayo kanti idak meludah
Artinya: Jika hendak berbuat haruslah berhati-hati.
Di bulatkan karno nak digulingkan
Di pipihkan karno nak dilayangkan
Bulek aek dek pembuluh
Bulek kato dek mufakat
Artinya : Setiap masalah dicari jalan keluarnya, dan dicari kesepakatanya (mufakat)
Bunyi siamang dibukit pangkah
Turun kelukuk makan padi
Kalau tergemang ulak langkah
Sementaro main belum jadi
Artinya : Orang tua ikut memperhatikan gerak-gerik atau tingkah laku atau budi pekerti anak-anaknya.
Bagaimano nian kelamnyo kabut
Mato jangan di pejamkan
Bagaimano susahnyo hidup
Namun sembahyang jangan ditinggalkan
Artinya : Bagaimanapun sulitnya hidup yang dijalani, jangan sampai meninggalkan shalat lima waktu.
Kalau pandai berkain panjang
Lebih dari kain sarung
Kalu pandai berinduk semang
Lebih dari ibu kandung
Atrinya :contoh kisah orang yang ingin meninggalkan kampong halamanya dan ingin tinggal dikampung orang lain, disebut juga merantau.
Bulat dapat digulingkan
Pipih dapat dilayangkan
Putih berkeadaan
Merah dapat dilihat
Panjang dapt diukur
Berat dapat ditimbang
Artinya : setiap keputusan seharusnya, dapat diuji kebenarannya dengan jelas menurut ukuran keadilan dan kepatutanya
Berjenjang naik bertanggo turun
Turun dari takak nan di atas
Naik dari takak nan di bawah
Artinya : Setiap dalam pengambilan keputusan terdapat tingkatan-tingkatan pengambilan keputusan.
Rumah sudah, pahat idak berbunyi
Api padam puntung tidak berasap
Yang terjatuh biarlah tinggal
Yang terpijak biarlah luluh
Artinya : Dalam menetapkan keputusan yang berat atau rumit, harus dikuatkan dengan Janji setia menurut kenyataan hukum adat tersebut sangat besar pengaruhnya dalam menata kehidupan masyarakat yang taat kepada hukum.
Seloko adat Jambi adalah ungkapan yang mengandung pesan, amanat petuah, atau nasehat yang bernilai etik dan moral, serta sebagai alat pemaksa dan pengawas norma-norma masyarakat agar selalu dipatuhi.
Isi ungkapan seloko adat Jambi meliputi peraturan bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya dan kaidah-kaidah hukum atau norma-norma, senantiasa ditaati dan dihormati oleh masyarakatnya karena mempunyai sanksi.
Ungkapan-ungkapan
Seloko adat Jambi dapat berupa peribahasa, pantun atau pepatah petitih.
Seloko adat Jambi tidak hanya sekedar peribahasa, pepatah-petitih atau pantun-pantun, lebih dalam lagi seloko adat Jambi merupakan pandangan hidup atau pandangan dunia yang mendasari seluruh kebudayaan Jambi.
Seloko adat Jambi sebagai suatu filsafat yang dirumuskan secara eksplisit dalam peribahasa, pepatah-petatah atau pantun-pantun tetapi masih bersifat implisit yang tersembunyi dalam fenomena kehidupan masyarakat Jambi. Seloko adat Jambi adalah sarana masyarakatnya merefleksikan diri akan hakikat kebudayaan, pemahaman mendasar dari pesan, dan tujuan dari sebuah kebudayaan.
Seloko adat Jambi sebagai ekspresi bermakna ganda yaitu tidak terbatas pada struktur naratif yang tersurat tetapi pada dimensi-dimensi yang tersirat. Teks-teks seloko adat Jambi tidak hanya dimengerti secara harfiah tetapi hams ditafsirkan secara simbolik dan metafisik. Tujuannya adalah untuk mencari makna yang hendak disampaikan lewat teks tersebut berupa konsepsi filosofis (konsepsi paling dasariah mengenai hakikat manusia, dunia, dan Tuhan). Dengan kata lain di dalam makna harfiah atau literal, primer yang secara langsung ditunjukkan. Bersamaan dengan itu ditunjukkan pula makna lain yang tidak langsung, sekunder, kiasan dan hanya dapat dipahami berdasarkan makna yang pertama.
Sebagai contoh, dalam hal pengambilan keputusan dalam pemerintahan, seloko adat Jambi menyebutkan
“berjenjang naik bertanggo turun, turun dari takak nan di atas, naik dari takak nan di bawah”
seloko adat tersebut mempunyai pengertian bahwa dalam pengambilan keputusan terdapat tingkatan-tingkatan pengambilan keputusan.
Mulai dari pengambil keputusan tertinggi “Alam nan Berajo” sampai pengambil keputusan di tingkat paling bawah “Anak nan Berbapak, Kemenakan nan Bermamak”.
Selanjutnya, begitu juga dalam hal berkelompok atau berorganisasi, di dalam masyarakat Jambi mengenal nilai-nilai kegotong-royongan, hal ini tergambar dalam seloko adat “Ringan samo dijinjing, berat samo dipikul, ke bukit samo mendaki, ke lurah samo menurun, malang samo merugi, belabo samo mendapat”. Dalam berorganisasi ini, juga senantiasa mengacu kepada nilai-nilai kemufakatan.
Banyak seloko adat Jambi yang menggambarkan pentingnya bermufakat dalam berorganisasi, antara lain “Bulat aek dek pembuluh, bulat kato dek mufakat, Kato sorang kato bapecah kato besamo kato mufakat, duduk sorang besempit-sempit duduk besamo belapang-lapang”.
Beberapa Seloko adat ini juga mengatur dalam hal pergaulan sehari-hari. “Bejalan Peliharo kaki, jangan sampai tepijak kanti, becakap peliharo lidah, jangan sampai kanti meludah, jangan menggunting kain dalam lipatan, menohok kawan seiring”.
“Batang pulai berjenjang naik, meninggalkan ruas dengan buku, Manusio berjenjang turun meninggalkan perangai dengan laku”.
Jadi, berbuat baiklah selalu sesuai dengan akar budayo kito orang Jambi.
Istilah azas pembuktian “ Jiko tepijak benang arang hitam tapak, jiko tersuruk di gunung kapur putih tengkuk” sehingga dalam pembuktian ini bisa dibuktikan yang salah tetap salah dan yang benar tetap benar “yang melintang patah, yang membujur lalu”.
Contoh lainnya :
Janganlah Telunjuk lurus, kelingking bekait artinya janganlah lain di kata lain di hati.
Jangan menggunting kain dalam lipatan, menohok kawan seiring
artinya jangan menghianati kawan sendiri
Hendaknyo masalah iko Jatuh ke api hangus, jatuh ke aek hanyut
artinya hendaknya masalah ini cukup selesai di sini/cukup sampai di sini
Hendaknyo tibo nampak muko, balik nampak punggung
artinya hendaknya datang secara baik-baik, pergi juga secara baik-baik
Awak pipit nak nelan jagung artinya impian yang terlalu besar, impian yang tidak mungkin
Pegi macang babungo, balik macang baputik
artinya istilah yang dipakai untuk orang yang merantaunya hanya sebentar
Kalu aek keruh di muaro, cubo tengok ke hulu
artinya Kalau ada suatu masalah terjadi, cobalah lihat dulu penyebabnya.
Tepagar di kelapo condong, batang di awak buah di kanti Istilah ini dipakai untuk yang salah menikahi pasangannya, raga millik kita tapi cinta milik orang lain
Adat selingkung negeri, undang selingkung alam
Kampung bepagar adat, tepian bepagar bahaso.
Sawah dalam ado mutlaknyo, ladang panjang ado batasnyo
Ambik contoh kepado yang telah sudah, ambik tuah kepado yang menang
Ramai ngeri karno nan mudo, elok negeri karno nan tuo.
Duduk sorang besempit-sempit, duduk basamo balapang-lapang
Naik idak bepucuk, turun idak berakar,
tengah-tengah diakuk kumbang, ke rimbo diterkam harimau, ke air ditangkap buayo.
Jangan sampe bepanas dalam belukar.
Anak dipangku, ponakan dibimbing.
Ke aek bebungo pasir, ke darat bebungo rimbo adolah hak rajo.
Nan buto penumbuk tepung, nan pekak pelepas meriam, nan lumpuh penunggu rumah, nan patah pengalau ayam
Jerat idak kan lupo pado pelanduk
Mahal rumput daripado kudo
Arang habis, besi binaso.
Sumber: blogger, google
kalau di adat kami, kalau mau menikah, itu ada tradisi berbalas pantun mas :D
BalasHapusKalau jambi atau melayu?, dulu nya juga ada
Hapus. Namun kini hilang di kimis zaman....