Baca Juga
Sejak awal abad masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di daratan Asia Tenggara.
Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka, sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama hasil bumi yang dijual disana menarik bagi para pedagang dan menjadi daerah lintasan penting antara Cina dan India.
Sementara itu, buah pala dan cengkeh yang berasal dari Maluku, dipasarkan di Jawa dan Sumatera, untuk kemudian dijual pada pedagang asing.
Pedagang-pedagang muslim asal Arab, Persia dan India sudah sampai ke kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad ke- 7M (abad 1 H). Menurut J.C Van Leur, berdasarkan berbagai cerita perjalanan dapat diperkirakan bahwa sejak 674 M ada koloni-koloni Arab di barat laut Sumatera,
yaitu di Barus, daerah penghasil kapur Barus terkenal.
Dari berita Cina, diketahui bahwa di masa Dinasti Tang (abad ke 9-10). Orang-orang Ta-shin sudah ada dikanton (Kan-fu) dan Sumatera. Ta-shin adalah sebutan untuk orang-orang Arab dan Persia , yang ketika itu jelas sudah mejadi muslim.
Perkembangan pelayaran dan perdagangan yang bersifat Internasional antara negeri-negeri di Asia bagian Barat dan Timur mungkin disebakan oleh kerajaan Islam. Akan tetapi belum ada bukti bahwa pribumi Indonesia di tempat-tempat yang disinggahi oleh para pedagang muslim itu yang beragama Islam.
Baru pada zaman-zaman berikutnya penduduk kepulauan ini, tentu bermula dari penduduk pribumi di koloni-koloni pedagang muslim itu. Sumber sejarahya Shahih yang memberikan kesaksian sejarah yang dipertanggung jawabkan tentang berkembangnya masyarakat Islam di Indonesia, baik berupa prasasti dan historiografi tradisional maupun berita asing, baru terdapat ketika “komonitas Islam“ berubah menjadi kekuasaan. Sampai berdirinya kerajaan-kerajaan itu.
Dengan demikian dakwah Islamiyah berpeluang untuk bergerak dan berkembang dengan cepat di kawasan ini. Hal ini berdasarkan catatan tua Cina yang menyebutkan adanya sebuah kerajaan di utara Sumatera namanya Ta Shi telah membuat hubungan diplomatic dengan kerajaan Cina.
Ta Shi menurut istilah Cina adalah istilah yang diberikan kepada orang-orang Islam.
Dan letaknya kerajaan Ta Shi itu lima hari berlayar dari Chop’o (bagian yang lebih lebar dari malaka) di seberang selat Malaka.
Ini menunjukkan Ta Shi dalam catatan tua Cina itu ialah Ta Shi Sumatera Utara, bukan Ta Shi Arab. Karena, Ta Shi Arab tidak mungkin di capai dalam waktu lima hari.
Islam semakin berkembang di Sumatera Utara setelah semakin ramai pedagang – pedagang muslim yang datang ke Nusantara, karena Laut Merah telah menjadi Laut Islam sejak armada rome dihancurkan oleh armada muslim di Laut Iskandariyah. Di samping itu , terdapat satu faktor besar yang menyebabkan para pedagang Islam Arab memilih Sumatera Utara pada akhir abad ke- 7 M.
Yaitu karena terhalangnya pelayaran mereka melalui Selat Malaka karena disekat oleh tentara laut/Sriwijaya kerajaan Budha sebagai pembalasan atas serangan tentara Islam atas kerajaan Hindu di Sind.
Maka terpaksalah mereka melalui Sumatera utara dengan pesisir barat Sumatera kemudian masuk selat Sunda melalui Singapura menuju Kantun, Cina.
Dari data-data ilmiah dari berbagai sumber tentang masuknya Islam ke Indonesia dapatlah disimpulkan bahwa perkembangan agama Islam di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga fase.
Fase pertama :
Singgahnya pedagang Islam di pelabuhan-pelabuhan Nusantara, termasuk di Sumatera, sumbernya adalah berita luar negeri terutama Cina.
Fase kedua :
Adanya komunitas-komunitas Islam di beberapa daerah kepulauan Indonesia sumbernya di samping berita-berita asing, juga makam-makam Islam.
Fase ketiga :
Berdirinya kerajaan-kerajaan Islam
Kerajaan-Kerajaan Islam yang Mempengaruhi Berkembangya Islam di Sumatera.
👉 Kerajaan Perlak
Kerajaan Perlak adalah kerajaan Islam pertama di Nusantara. Kerajaan Perlak berdiri pada abad ke-3 H (9 M).
Disebutkan pada tahun 173 H, sebuah kapal layar berlabuh di Bandar Perlak membawa angkatan dakwah di bawah pimpinan nakhoda khalifah. Kerajaan Perlak didirikan oleh Sayid Abdul Aziz (Raja Pertama Kerajaan Perlak) dengan gelar Sultan Alaidin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah.
Pada akhir abad ke 12, di pantai timur Sumatera terdapat negara Islam bernama Perlak.
Nama itu kemudian dijadikan Peureulak, didirikan oleh para pedagang asingg dari Mesir, Maroko, Persia, Gujarat, yang menetap di wilayah itu sejak awal abad ke 12. Pendirinya adalah orang Arab suku Quraisy. Pedagang Arab itu menikah dengan putri pribumi, keturunan raja Perlak. Dari perkawinan tersebut ia mendapat seorang anak bernama Sayid Abdul Aziz.
Sayid Abdul Aziz adalah sultan pertama negeri Perlak.
Setelah dinobatkan menjadi sultan negeri Perlak, bernama Alaudin Syah. Demikian ia dikenal sebagai sultan Alaidin Syah dari negeri Perlak.
Angkatan dakwah yang dipimpin nakhoda khalifah berjumlah 100 orang, yang terdiri dari orang Arab, Persia, dan India. Mereka ini menyiarkan Islam pada penduduk setempat dan keluarga istana. Salah seorang dari mereka yaitu Sayid Ali dari suku Quraisy kawin dengan seorang putri yakni Makhdum Tansyuri, salah seorang adik dari Maurah Perlak yang bernama Syahir Nuwi.
Dari perkawinan ini lahirlah Sayid Abdul Aziz, putra campuran Arab Perlak pada tahun 225 H.
👉.Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Samudera Pasai terletak di Aceh dan terletak di pesisir Timur Laut Aceh.
Kapan berdirinya Kesultanan Samudera Pasai belum bisa dipastikan dengan tepat dan masih menjadi perdebatan para ahli sejarah.
Namun, menurut Uka Tjandrasasmita (Ed) dalam buku Badri Yatim, menyatakan bahwa kemunculannya sebagai kerajaan Islam diperkirakan mulai awal atau pertengahan abad ke-13 M, sebagai hasil dari proses Islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-pedagang Muslim sejak abad ke-7 dan seterusnya.
Berdasarkan berita dari Ibnu Batutah, dikatakan bahwa pada tahun 1267 telah berdiri kerajaan Islam, yaitu kerajaan Samudra Pasai.
Hal ini dibuktikan dengan adanya batu nisan makam Sultan Malik Al Saleh (1297 M), Raja pertama Samudra Pasai. Malik Al-Saleh, raja pertama kerajaan Samudera Pasai, merupakan pendiri kerajaan tersebut.
Dalam Hikayat Raja-raja Pasai disebutkan nama Malik Al-Saleh sebelum menjadi raja adalah Merah Sile atau Merah Selu, ia masuk Islam setelah mendapat mendapatkan seruan dakwah dari Syaikh Ismail beserta rombongan yang datang dari Mekkah.
👉. Kerajaan Aceh
Kurang diketahui kapan kerajaan ini sebenarnya berdiri, Anas Machmud berpendapat, sebagaimana yang dikutip dalam buku Badri Yatim, bahwa kerajaan Aceh berdiri pada abad ke-15 M.
Di atas puing-puing kerajaan Lamuri, oleh Muzaffar Syah (1465-1497 M), dialah yang membangun kota Aceh Darussalam.
Pada awalnya, wilayah kerajaan Aceh ini hanya mencakup Banda Aceh dan Aceh Besar yang dipimpin oleh ayah Ali Mughayat Syah. Ketika Mughayat Syah naik tahta menggantikan ayahnya, ia berhasil memperkuat kekuatan dan mempersatukan wilayah Aceh dalam kekuasaannya, termasuk menaklukkan kerajaan Pasai.
👉. Kerajaan Minangkabau
Kerajaan Pagaruyung disebut juga sebagai Kerajaan Minangkabau yang merupakan salah satu Kerajaan Melayu yang pernah berdiri, meliputi provinsi Sumatra Barat sekarang dan daerah-daerah di sekitarnya.
Kerajaan ini pernah dipimpin oleh Adityawarman sejak tahun 1347, dan sekitar tahun 1600-an, kerajaan ini menjadi Kesultanan Islam.
Munculnya nama Pagaruyung sebagai sebuah kerajaan Melayu tidak dapat diketahui dengan pasti, namun dari beberapa prasasti yang ditinggalkan oleh Adityawarman, menunjukan bahwa Adityawarman memang pernah menjadi raja di negeri tersebut.
Bukti-Bukti Masuknya Islam di Sumatera :
1. Makam Sultan Malik Al-Saleh
Makam Sultan Malik Al-Saleh yang ber-angka tahun 1297 merupakan bukti bahwa Islam telah masuk dan berkembang di daerah Aceh pada abad XIII.
Mengingat Malik Al-Salaeh adalah seorang sultan, maka dapat diperkirakan bahwa Islam telah masuk ke daerah Aceh jauh sebelum Malik Al-Saleh mendirikan Kesultanan Samudera Pasai.
2. Cerita Marco Polo
Pada tahun 1092, Marco Polo seorang musafir dari Venesia (Italia) singgah di Perlak dan beberap tempat di Aceh bagian Utara. Marco Polo sedang melakukan perjalanan dari Venesia ke negeri Cina. Ia menceritakan bahwa pada abad XI, Islam telah berkembang di Sumatera bagian Utara. Ia juga menceriterakan bahwa Islam telah berkembang sangat pesat di Jawa.
3. Cerita Ibn Battuta
Pada tahun 1345, Ibn Battuta mengunjungi Samudera Pasai. Ia menceriterakan bahwa Sultan Samudera Pasai sangat baik terhadap ulama dan rakyatnya.
Di samping itu, ia menceriterakan bahwa Samudera Pasai merupakan kesultanan dagang yang sangat maju. Di sana, Ibn Battuta bertemu dengan para pedagang dari India, Cina, dan para pedagang dari Jawa.
Sumber: blogger, google
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar Anda yang sesuai dengan pokok bahasan.
Diharap tidak menggunakan akun G+