Baca Juga
Suku Anak Dalam (SAD) adalah suku bangsa minoritas yang hidup di Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan. Diperkirakan populasi Suku Anak Dalam sekitar 200.000 orang. Mayoritas mereka bertempat tinggal di Jambi.
Di Jambi Suku Anak Dalam kebanyakan tinggal di kawasan bukit 12 dan taman bukit 30 di Kabupaten Bungo, Tebo, Sarolangun dan Batanghari. Sebutan Suku Anak Dalam ini adalah istilah yang dipopulerkan oleh Pemerintah melalui Departemen Sosial. Suku Anak Dalam berarti orang yang terbelakang yang tinggal di pedalaman dan jauh dari modernisasi.
Suku Anak Dalam dikenal juga dengan nama Suku Kubu. Suku Kubu diproyeksikan kepada kelompok masyarakat yang primitif, bodoh, kotor dan menjijikkan. Sebutan Suku Kubu ini dianggap lebih kasar dibandingkan dengan Suku Anak Dalam.
Sementara Suku Anak Dalam menyebut diri mereka "Suku Rimba" yang berarti orang yang tinggal di dalam hutan. Suku Anak Dalam belum terlalu dikenal oleh masyarakat Indonesia karena keberadaan mereka sudah sangat langka dan tinggal di tempat terpencil jauh dari jangkauan manusia dan suka berpindah dari suatu tempat ketempat yang lain (nomaden).
Belum diketahui secara pasti asal usul Suku Anak Dalam, ada beberapa versi rumor yang berkembang. Ada yang megatakan Suku Anak Dalam berasal dari Sumatera Barat. Konon, mereka adalah orang-orang yang tidak mau ikut berperang melawan penjajah Belanda dan memilih melarikan diri kedalam hutan jambi.
Pernyataan ini diperkuat dengan kesamaan bahasa dan adat istiadat Suku Anak Dalam dengan suku Minangkabau. Sementara menurut rumor lain Suku Anak Dalam adalah masyarakat Sriwijaya yang melarikan diri karena tidak mau tunduk di bawah kekuasaan asing saat terjadi peperangan antara kerajaan Sriwijaya dengan Kerajaan Cola, India. Masih banyak cerita lain yang berkembang mengenai asal Suku Anak Dalam ini.
Suku Anak Dalam cukup ditakuti oleh masyarakat jambi. Selain mudah marah, mereka juga terkenal dengan ilmu gaibnya, seperti ilmu pemikat (pelet), Ilmu Bulek Kolo (apa yang diucapkan terjadi), Ilmu Terawangan dan pelaris. Menurut rumor yang berkembang jangan sekali-kali meludah didepan mereka, karena itu membuat mereka tersinggung, mereka akan membuat orang tersebut menuruti keinginan mereka dan juga menjadi bagian dari mereka.
Sistem kepercayaan Suku Anak Dalam adalah Animisme, yaitu kepercayaan kepada makhluk halus dan roh-roh nenek moyang mereka. Pada awal tahun 2017 ada 181 Suku Anak Dalam yang masuk Islam atas kemauan sendiri. Prosesi pengucapan dua Syahadat tersebut dipimpin langsung oleh walikota jambi, Syarif Fasha. Mereka sampai saat ini masih mendapat bimbingan dan pendampingan.
Sekarang Suku Anak Dalam mulai terancam kehidupannya. Hutan tempat mereka tinggal dan berburu makanan sehari-hari sudah banyak ditebang dan dijadikan kebun sawit dan karet.
Mereka mendapatkan udara tidak segar akibat penebangan dan pembakaran hutan, sumber air sungai dan danau sumber kehidupan mereka juga mulai tercemar akibat aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) serta binatang buas hutan (seperti harimau, Beruang) tidak jarang menerkam Suku Anak Dalam dan masyarakat sekitar akibat penebangan hutan yang masif.
Pemerintah sudah berusaha keras untuk menyejahterakan Suku Anak Dalam melalui program pemberian Rumah layak huni, pakaian layak pakai, pemberian pendidikan, pengembalian lahan mereka yang dikuasai pengusaha, dan pemberian bantuan makanan, transportasi dan pengobatan gratis. Tujuan ini semua dilakukan semata-mata agar suku kubu dapat hidup layak dan mengikuti perkembangan zaman.
Namun sayang, upaya baik dari pemerintah kurang berjalan mulus. Suku Anak Dalam adalah orang yang sangat memegang erat budaya dan tidak dengan mudah menerima budaya luar. Mereka sangat terikat dengan adat istiadat nenek moyang. Rumah yang pemerintah bangun mereka tinggalkan, kembali ke habitat mereka hidup berpindah pindah dari satu hutan ke hutan lainnya.
Walaupun demikian ada beberapa Suku Anak Dalam sudah berpenampilan layaknya masyarakat biasa; memiliki rumah, handphone, kendaraan motor dan kebun sawit serta bersosialisasi dengan masyarakat sekitar. Menurut penulis merubah budaya dan kebiasaan suatu suku tidaklah gampang.
Membutuhkan puluhan dan bahkan ratusan tahun. Perlu dukungan lintas sektor yang relevan dan pendekatan persuasif melalui perantara sepala suku mereka, Tumenggung. Niat baik dan rencana masa depan yang sudah dirancang oleh pemerintah terhadap mereka harus dilakukan dengan sabar dan bertahap.
Pendidikan adalah langkah awal yang harus ditempuh. Pemerintah harus merancang kurikulum pendidikan khusus sesuai kompetensi mereka serta menempatkan tenaga pengajar yang sudah mendapat bimbingan khusus pula.
Sehingga melalui pendidikan ini diharapkan kehidupan Suku Anak Dalam lebih terbuka, berpendidikan, moderat, tidak mudah dimanfaatkan oleh oknum tertentu serta mendapatkan kehidupan yang layak sebagaimana amanat UUD 1945.
Sumber: kompasiana.com
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar Anda yang sesuai dengan pokok bahasan.
Diharap tidak menggunakan akun G+